Wah! Banyak Pejabat Pemda Pindahkan Dana APBD ke Rekening Pribadi
Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak praktik penyimpangan pengelolaan rekening pemerintah pusat oleh bendahara di tingkat pemerintah daerah. Penyimpangan terjadi dengan memindahkan dana pemerintah ke rekening pribadi.
"Berdasarkan hasil analisis PPATK ditengarai ada praktek penyimpangan pengelolaan rekenng oleh bendaharawan di banyak Pemda dengan alasan pragmatis yaitu memindahkan dana Pemda ke rekening pribadi," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso ketika berbincang dengan detikFinance di Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Dijelaskan Agus, praktik seperti ini justru dilakukan di akhir tahun. Hal ini, sambung Agus dilakukan untuk 'membuat cantik' laporan pertanggungjawaban proyek-proyek.
"Hal ini dilakukan terutama menjelang akhir tutup tahun anggaran dengan tujuan menyiasati laporan pertanggungjawaban mengingat proyek yang dibiayai masih berjalan," ungkap Agus.
Ia juga menambahkan, praktik seperti itu sebetulnya sangat rawan terjadi penyimpangan misalnya korupsi. Hal ini, lanjut Agus terjadi karena sistem pengelolaan keuangan Pemda yang kurang responsif dan akomodatif yang antara lain disebabkan molornya dropping anggaran.
"Improvisasi praktik-praktik semacam ini sebetulnya tidak boleh dibiarkan, karena rawan korupsi," katanya.
PPATK melihat ini sebagai hal umum yang terjadi di berbagai Pemda sehingga perlu mendapat perhatian dari pimpinan daerah. Terutama, Agus mengatakan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum.
"Karena pembangunan menjadi rawan untuk dikorbankan. Saya mengimbau agar praktik-praktik seperti ini tidak terulang dan harus segera diakhiri," imbuhnya.
Duh! Aksi PNS 'Tilep' Dana APBD Tak Bisa Dilacak BPK
Wahyu Daniel - detikFinance
Jakarta - Aksi pemindahan dana APBD ke rekening pribadi oleh pegawai negeri sipil (PNS) kerap terjadi. Namun ternyata penyimpangan ini tidak dapat dilacak oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit laporan keuangan pemerintah setiap tahun.
Hal ini diakui oleh Wakil Ketua BPK Hasan Bisri kepada detikFinance, Selasa (30/11/2011).
"BPK tidak bisa menemukan hal seperti itu, karena BPK tidak punya wewenang membuka rekening pribadi seseorang," kata Hasan singkat.
Wewenang melacak transaksi rekening keuangan saat ini memang hanya dimiliki oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PPATK sebelumnya menemukan banyak praktik penyimpangan pengelolaan rekening pemerintah pusat oleh bendahara di tingkat pemerintah daerah. Lucunya, modus penyimpangan tersebut dilakukan dengan memindahkan dana pemerintah ke rekening pribadi.
PPATK menilai praktek seperti itu sebetulnya sangat rawan terjadi penyimpangan misalnya korupsi. Hal ini, terjadi karena sistem pengelolaan keuangan Pemda yang kurang responsif dan akomodatif yang antara lain disebabkan molornya dropping anggaran
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi XI meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melihat lebih jauh dan memeriksa proyek di daerah sampai kepada rekening para bendahara terkait temuan PPATK tersebut.
Uang Negara Masuk Kantong PNS, Kemenkeu Minta Klarifikasi PPATK
Ramdhania El Hida - detikFinance
Foto: dok.detikFinance
<
Jakarta - Kementerian Keuangan akan menindaklanjuti laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan laporan banyaknya PNS yang mengalihkan uang negara ke rekening pribadi.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi sehingga belum bisa memberikan keterangan apapun mengenai tindak penyelewenangan anggaran negara itu.
"Pada prinsipnya, governance tidak memperbolehkan ada pengalihan (dana) kepada rekening pribadi, itu sudah pasti. Jadi kalau ada pengalihan ke rekening pribadi maka itu sudah pasti pelanggaran, dan pastinya harus ada penindakan," kata Anny di kantor Menko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (29/11/2011).
Anny belum mau berpolemik soal tindak PNS ini. Dirinya ingin mengecek pernyataan PPATK soal penyelewengan anggaran negara tersebut. "Jadi, kami masih mau cek PPATK itu menyampaikan dalam konteks apa pada saat di mana, kami perlu klarifikasi," kata Anny.
Selama ini, lanjut Anny, Kemenkeu selalu mengingatkan PNS untuk tidak memasukkan uang negara ke rekening pribadi. "Kalau mereka masih melakukan juga itu sudah tanggung jwb moral masing-masing pribadi karena sudah menyalahi tata aturan," imbuhnya.
Dia meminta Inspektorat Jenderal masing-masing kementerian/lembaga untuk memeriksa apakah ada PNS yang menyelewengkan uang negara ke rekening pribadi.
PPATK menemukan banyak praktik penyimpangan pengelolaan rekening pemerintah pusat oleh bendahara di tingkat pemerintah daerah. Penyimpangan terjadi dengan memindahkan dana pemerintah ke rekening pribadi.
Banyak juga PNS muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi. Modusnya unik, bersama sang isteri anak muda ini secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram.
Waduh! PNS Muda 'Cuci' Uang Negara Buat Asuransi Anak
Herdaru Purnomo - detikFinance
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan tindakan korupsi yang dilakukan oleh PNS muda dengan cara mengalirkan uang negara untuk 'dicuci' membeli asuransi anak.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua PPATK Agus Santoso ketika ditemui detikFinance usai Seminar Nasional PPATK di Hotel Mercure, Gajah Mada, Jakarta, Selasa (29/11/2011).
"Bayi dan balita anak mereka dijadikan sarana pencucian uang. Bila UU Korupsi hanya menjerat si pelaku, maka UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) menjerat semua yang kecipratan aliran dana," imbuhnya.
"Dengan top up premi tunggal polis asuransi jiwa per anak misalkan Rp 2 miliar maka dia bisa meraup bunga ratusan juta," tuturnya.
Agus mengatakan, sudah ada beberapa PNS yang ditangkap dengan korupsi bermodus asuransi anak ini. Selain anak, kerap kali PNS juga korupsi dengan mengalirkan uang negara yang bukan haknya kepada istri, ibu kandung, dan ibu mertuanya.
"Si pelaku ditahan di Cipinang, lalu si istri, ibu. dan ibu mertuanya di (rutan) Pondok Bambu. Anak-anak mereka akan jadi anak negara. Anak-anak mereka marah pada ayahnya karena sudah distempel sebagai penerima dana haram hasil korupsi. Kasihan sekali," jelas Agus.
Dikatakan Agus, dalam beberapa kasus memang sudah terbukti modus seperti itu. Dia menyesalkan karena banyaknya PNS yang berbuat korupsi dengan 'membawa' anak-anaknya sebagai korban.
"Dana PNS hasil proyek atau sengaja dibuat fiktif dan gratifikasi serta suap bahkan perjalanan dinas ini modusnya dengan mengalirkan dana haram ke isterinya, ibunya, ibu mertuanya dan anak-anak balitanya, maka dengan UU TPPU mereka akan dijerat semua," papar Agus.
Sebelumnya Agus mengatakan PPATK menemukan banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi. Mereka biasa bersekongkol dengan istri memutar uang haram.
PATK Temukan Banyak PNS Muda dan Istri Bersekongkol Korupsi
>
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) muda berusia 28 tahun yang terindikasi korupsi. Modusnya unik, bersama sang isteri anak muda ini secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram.
Demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua PPATK Agus Santoso ketika ditemui detikFinance usai Seminar Nasional PPATK di Hotel Mercure, Gajah Mada, Jakarta, Selasa (29/11/2011).
"Sebulan saya menjabat Wakil Ketua PPATK setelah dilantik Presiden, saya sangat prihatin dengan adanya anak-anak muda usia 28 sampai 38 tahun yang terindikasi korupsi," kata Agus.
"Anak-anak muda ini bersama isteri-isterinya secara aktif mencoba menyamarkan dan menyembunyikan harta yang didapat secara haram tersebut," imbuh mantan Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia ini.
Dijelaskan Agus, modus yang diindikasikan korupsi ini dilakukan melalui beberapa cara. Diantaranya, mengalirkan dana yang diindikasikan dari penyelenggaraan negara berupa proyek fiktif, gratikasi hingga suap kepada keluarganya.
"Dana PNS hasil proyek atau sengaja dibuat fiktif dan gratifikasi serta suap bahkan perjalanan dinas ini modusnya dengan mengalirkan dana haram ke isterinya, ibunya, ibu mertuanya dan anak-anak balitanya, maka dengan UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) mereka akan dijerat semua," papar Agus.
Selain itu terdapat dana perusahaan atau negara yang dikorupsi dan 'dicuci' dengan membeli premi baru di asuransi. "Dengan top up premi tunggal polis asuransi jiwa per anak misalkan Rp 2 miliar maka dia bisa meraup bunga ratusan juta," tuturnya.
"Bayi dan balita anak mereka dijadikan sarana pencucian uang. Bila UU Korupsi hanya menjerat si pelaku, maka UU TPPU menjerat semua yang kecipratan aliran dana," imbuhnya.
Lebih jauh Agus mengatakan, seluruh indikasi tersebut telah dilaporkan PPATK kepada pihak yang berwenang. Selain itu, Agus mengusulkan melalui PPATK kepada Wakil Presiden supaya sebisa mungkin pengisian jabatan eselon satu mendapat clearence ppatk dalam proses penilaian Tim Penilai Akhir (TPA).
"Supaya negeri ini dipimpin oleh pejabat yang bersih dari indikasi korupsi," pungkasnya.
KPK Pelajari Laporan PNS 'Cuci' Uang Negara di Pasar Saham
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memindahkan dana APBD ke rekening pribadi miliknya untuk diinvestasikan ke pasar saham. KPK akan mempelajari terlebih dahulu temuan PPATK ini.
"KPK akan mempelajari dulu," tutur Wakil Ketua KPK M Jasin dalam pesan singkatnya, Selasa (29/11/2011).
Selain dibekali UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, KPK juga dibekali UU no 8 tahun 2010 tentang pencucian uang. Dengan Undang-undang itu, KPK bisa menerapkan pembuktian terbalik.
Seperti diberitakan, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso PPATK mengungkapkan banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memindahkan rekening APBD ke rekening pribadi miliknya yang diinvestasikan ke pasar saham. PPATK menemukan jumlah dananya mencapai miliaran yang di 'cuci' ke pasar modal.
"Jumlahnya bervariasi, ada yang jutaan sampai dengan miliaran bahkan ada yang diputerin dulu via pasar saham," kata Agus.
Ia mengatakan, kebanyakan PNS di daerah ini membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu sebagai indentitas untuk administrasi investasi. Tetapi, alhasil ketika terjadi transaksi miliar yang masuk ke dalam suspicious transaction atau transaksi mencurigakan PPATK pasti melacaknya.
"Mereka coba bikin KTP palsu. Tapi pasti ketahuan juga," katanya.